Senin, 31 Desember 2012

PERIKSALAH KEMALUANMU SENDIRI!



Biasanya menjelang pergantian tahun orang sibuk menyusun resolusi yang coba direalisasikan di tahun yang baru. Saya mempunyai teman asal Medan. Ia seorang profesional muda yang sangat bersemangat. Beberapa hari yang lalu ia menyusun beberapa resolusi yang sangat luar biasa dan kemudian mem-postingnya melalui akun Facebook. Entah apa yang menjadi motivasinya. Yang jelas banyak orang menjadi kagum dan terpesona terhadap kedahsyatan resolusi yang ia buat. Tapi bagi saya resolusi itu tetap butuh aksi. Resolusi tetap menjadi mimpi bila tidak dilakukan dengan segenap konsistesi.

Tidak ada yang salah dengan menyusun resolusi. Di tahun 2013 pun saya juga punya beberapa resolusi. Ada yang bersifat jangka pendek, ada pula yang sifatnya lebih panjang. Tergantung pada kadar tantangan yang menyertai resolusi tersebut. Satu hal yang saya sadari bahwa menyusun resolusi mampu membuat kehidupan lebih bersemangat karena terdapat target-target yang jelas untuk dituju. Namun sayangnya banyak orang hanya bersemangat di awal tahun dan mulai kehabisan bensin untuk menjadikan resolusi itu sebagai suatu hal yang nyata.

Saya tertarik pada tulisan Butet Kartaredjasa pada Kompas hari ini. Pada tulisannya itu, pengecer jasa akting asal Yogyakarta  tersebut menyatakan bahwa ia ingin lebih mengenali kemaluannya sendiri sebagai resolusi untuk menyambut tahun 2013. Jangan terburu berpikiran negatif dulu. Mengenali kemaluan di sini mempunyai arti mengukur rasa malu pada diri sendiri karena ternyata banyak orang sudah kehilangan urat kemaluannya. Tanpa rasa malu, mereka bertindak semaunya sendiri sambil menebar sensasi. Menggadaikan harga diri dan integritas yang terpatri demi sesuap nasi di seluruh penjuru negeri ini. Pejabat pemerintahan, pembina olahraga, pemuka agama, guru, artis, preman, atau pun pelacur. Tokh tidak ada bedanya, bukan?

Memeriksa kemaluan ala Butet menurut saya adalah resolusi yang unik dan mendalam. Sifatnya tidak muluk-muluk. Semua orang bisa melakukannya. Sepanjang seseorang punya kemaluan, ia bisa melakukan check up terhadap kemaluannya sendiri. Jika rasa malu itu sudah hilang, seseorang mampu bertindak apa saja di luar batas kewajaran.  Kan sudah tidak punya malu?

Pejabat publik dengan tanpa malu melakukan tindakan korupsi. Semuanya kalau bisa harus dikorupsi. Bahkan kitab suci pun turut dikorupsi anggarannya. Para anggota DPR terang-terangan pergi ke luar negeri. Tujuannya plesir karena boleh mengajak keluarga, tapi dengan tanpa malu mereka mengatakannya sebagai aktifitas kunjungan kerja. 

Para pengurus PSSI juga sengit bertikai dengan antek Bakrie yang tergabung dalam KPSI. Tanpa rasa malu mereka memperebutkan kekuasaan tanpa perduli dengan kepentingan dan kehormatan bangsa yang tergadaikan. Kalah 10 – 0 seolah tidak menjadi masalah serius. Kematian Diego Mendeita juga seolah menjadi angin lalu. Tunggakan gaji terhadap para pemain sudah menjadi hal biasa. Sudah menjadi budaya.


Bagaimana dengan para hamba Tuhan? Saat ini banyak para hamba Tuhan yang sudah tidak lagi malu memasang tarif pelayanannya. Bila tarif tidak cocok atau tidak mendapatkan akomodasi dan transportasi yang sesuai dengan permintaan, jangan harap hamba Tuhan Yang Maha Tinggi itu mau datang. Yesus Tuhan memang lahir di kandang yang hina dina, tapi hamba-hambanya tetap mendapatkan fasilitas nomor wahid. Tuhan dan hamba memang berbeda.

Guru pun juga tak jauh berbeda. Banyak guru malas meningkatkan kapasitasnya. Malas mengikuti pelatihan dan meng-upgrade materi pelajarannya. Banyak guru hanya berteriak lantang bila dana sertifikasi terlambat datang. Yang menyedihkan banyak guru dipaksa dan terpaksa berganti profesi sebagai tukang sulap musiman supaya anak-anak didiknya meraih kesuksesan yang optimal dalam project prestisius multi dana yang bernama Ujian Nasional. Sungguh miris, bukan? Guru yang seharusnya menjadi katalisator perubahan nasib bangsa ternyata berperan aktif dalam perilaku korupsi tingkat dasar. Sungguh kita perlu merasa malu dengan guru-guru yang bertaruh nyawa di pedalaman belantara sana.

Sesaat lagi kita akan memasuki tahun 2013. Saat jari jemari saya menari di atas keyboard notebook, mulai terdengar orkes dangdut tahun baru di kejauhan sana berpacu dengan suara penjual jajanan keliling. Parade kembang api juga sudah dipersiapkan. Pesta tahun baru nampaknya sudah dimulai. Tidak perduli hujan yang deras menerpa bumi, the party must be on. Setelah jarum jam selesai berdentang 12 kali malam nanti, jangan lupa untuk memastikan apakah kemaluan Anda masih ada atau tidak. Milikilah rasa malu di tahun yang baru.

GOD BLESS INDONESIA ...



IMAN YANG TERSELIP DALAM KLINIK DOKTER



Beberapa hari yang lalu saya memeriksan istri ke klinik dokter kandungan untuk kontrol bulanan. Setelah tiba di klinik yang dituju, kami baru diberitahu bahwa dokter kandungan yang biasa melayani kami sedang cuti akhir tahun. Namun kami tidak perlu risau karena masih ada dokter pengganti yang siap membantu kami. Meskipun merasa kurang enak, kami setuju untuk berada dalam pemeriksaan dokter pengganti tersebut.

Sang dokter pengganti ternyata seorang perempuan paruh baya yang lugas dan cekatan. Dengan antingnya yang besar, make up yang cukup tebal dan jilbab modern yang dikenakannya, ia lebih mirip seorang gipsi dari  pada seorang dokter kandungan. Saya kok jadi ingat sosok Maria Mercedez, ya? Hahahaha .....Tapi okelah ...ia ternyata melakukan tugasnya dengan baik. Setelah memeriksa kandungan istri saya, ia kemudian memberikan resep obat.

Saya kemudian diingatkan bahwa iman itu sama dengan pergi ke dokter. Tidak pernah kita mengenal dokter itu secara pribadi, namun kita mempercayai setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. Resep yang diberikan pun terkadang sulit untuk kita baca. Namun kita tetap membawanya juga, membayar tagihannya lalu membawanya ke sebuah tempat yang sangat tidak familiar bernama apotik. Obat yang kemudian kita terima dari apotik juga tidak kita pahami kandungannya, namun meskipun demikian tetap kita minum obat tersebut. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena kita percaya terhadap dokter dan obat yang diberikan.

Banyak orang mengatakan bahwa mengikuti Yesus itu sama seperti sebuah perjudian. Tapi kita memilih untuk menyebutnya sebagai langkah iman. Tidak pernah kita tahu apa yang bakal terjadi di depan kita,  namun kita tetap saja kita mempercayakan seluruh kehidupan kita kepadaNya. Mungkin kita sering bertanya, mengapa banyak hal yang tidak menyenangkan datang menerpa kehidupan kita. Tapi sebenarnya Yesus tidak memiliki kewajiban untuk menjelaskan semuanya itu kepada kita. Ia meminta kita tidak untuk mengerti dan memahami. Yesus meminta kita untuk percaya.

Tahun 2013 sesaat lagi akan kita masuki. Seperti biasa, banyak prediksi yang dibuat oleh banyak pihak. Tarif listrik bakal naik bertahap sampai empat kali dalam setahun, pergantian kurikulum pendidikan, kegaduhan politik yang semakin membahana, pemotongan 3 angka nol dalam mata uang kita, ....pokoknya macam-macam lah. Membuat resah, bukan? Menjadi resah itu manusiawi. Namun biarlah itu menjadi dasar bagi kita untuk meletakkan kepercayaan kita pada pemegang kehidupan itu sendiri. Mengikuti Yesus itu bukan gambling. Mengikuti Yesus itu adalah langkah iman.

Selamat tahun baru 2013.

Sabtu, 22 Desember 2012

INGAT, DILARANG JADI PENGGEMAR KRISTUS!!



Setelah peristiwa mujizat piknik bersama 5000 orang yang dikenyangkan hanya dengan 5 roti dan 2 ikan, Yesus seakan menjadi top figure yang selalu dicari orang. Kemanapun dan dimanapun Dia pergi, dipastikan ada banyak orang mengikutiNya. Namun ternyata Yesus tidak terkesan dengan besarnya jumlah pengikut. Ia malah mencela para pengikutnya tersebut karena mereka mengikuti Yesus hanya semata-mata supaya bisa makan dengan kenyang. Saya pikir, Yesus bukannya anti dengan popularitas. Yesus hanya mau bertindak benar. Mantan Presiden Notre Dame University, Theodore Hesenburg, pernah berkata bahwa kita tidak mengambil keputusan karena hal itu mudah. Kita juga tidak akan mengambil keputusan karena hal itu murah. Tidak juga kita mengambil keputusan untuk sekedar meraih popularitas. Kita mengambil keputusan karena hal itu BENAR.

Bisa jadi keputusan kita untuk menjadi orang percaya didasari oleh beberapa motivasi. Mungkin kita ingin diberkati. Ingin hidup sehat dan panjang umur. Atau juga ingin dipuji orang oleh karena lihainya kita bermain musik dalam tim praise and worship. Ingin menjadi pusat perhatian sehingga kita mengambil pelayanan sebagai singer atau pengkhotbah. Ada juga yang hanya ingin memiliki aktivitas gerejawi sehingga menarik kesan calon mertua. Bahkan mungkin juga kita memutuskan untuk jadi Kristen karena Alkitabnya menggunakan Bahasa Indonesia sehingga mudah dimengerti (aduh konyol sekali ...!).

Berbagai macam motivasi di atas tidak sepenuhnya salah. Boleh kok diberkati. That’s ok for being rich. Tidak apa-apa lho bila mendapat jodoh di dalam gereja. Tidak masalah bila kemudian terjun ke Indonesia Idol hanya gara-gara awalnya belajar musik dan menyanyi di gereja. That’s fine. Tapi ternyata Yesus mencari substansi yang lain yang lebih hakiki. Ia mencari pengikut Kristus, bukan penggemar Kristus.

Secara sepintas, para pengikut Kristus dan para penggemar Kristus sama sekali tidak bisa dibedakan. Mereka sama-sama pergi ke gereja. Sama-sama memberikan perpuluhan. Mereka juga sama-sama merayakan Natal dan Paskah. Sama-sama baca Alkitab dan juga mungkin sama-sama berdoa. Yang membedakan adalah para pengikut Kristus mau menyediakan diri untuk hidup berpadanan dengan Firman Tuhan sedangkan para penggemar Kristus tidak. Para penggemar Kristus sudah cukup puas dengan pelbagai agenda kegiatan rohani. Mereka kagum dan terperangah melihat mujizat dinyatakan. Mereka juga dengan serempak berkata “amin” untuk setiap khotbah firman Tuhan yang berkesan di hati tanpa mau untuk menghidupinya.
  
Mahatma Gandhi dulu pernah mencela pihak penjajah di India yang notabene Kristen. “I like your Christ but I don’t like your Christianity,” kata Gandhi lantang. Kekristenan penjajah Inggris ternyata memuakkan bagi seorang Mahatma Gandhi. Mereka berkata tentang kasih tapi secara bersamaan juga berlaku lalim di India. Seyogyanya Kristus adalah berkat bagi semua orang. Tapi hidup kekristenan yang cacat dan murahan ternyata menjadi penghalang utama bagi banyak orang agar dapat melihat kasih Kristus dengan prespektif yang jelas.

Jangan mau jadi penggemar Kristus. Jangan puas hanya berhenti jadi penonton saja. Terlibatlah dan nikmatilah proses perjalanan bersama Kristus. Terkadang memang deg-degan. Tapi ketahuilah, Dia memang tidak pernah meninggalkan kita sedetik pun.

MAMA DAN SENAPAN MESINNYA



Anda tahu senapan mesin?
Senapan mesin adalah senjata favorit para kombatan di berbagai medan perang. Selain dapat bersifat portable, jenis senjata ini mampu memuntahkan ratusan peluru dalam hitungan detik. Berbeda sekali dengan senapan angin yang terkendala dari sisi efisiesi dan efektifitas. Dampak kerusakan yang dibuat oleh senapan mesin pun jauh lebih besar daripada jenis senjata api yang lain.

Mama saya orangnya simple. Tapi bila sedang memarahi anak-anaknya, beliau tak ubahnya seperti sebuah senapan mesin keluaran terbaru. Peluru pemusnah membuncah ke mana-mana. Siap menerjang dosa-dosa kami sampai pada serambi yang paling detail. Dari terbit matahari sampai pada masuknya suara omelan mama tetap membahana. Jika sedang mood, kemarahan mama akan bersifat kompilasi. Melebar ke mana-mana, bak kaleidoskop akhir tahun yang memutar ulang setiap peristiwa bodoh yang kami perbuat di masa lalu. Beda banget dengan papa saaya almarhum. Orangnya tenang dan tidak banyak bicara. Namun bila marah, beliau mirip shot gun. Meledak sekali tapi mantab jaya dampaknya.

Cara mama mengomel terhadap anak-anaknya tak jarang membuat saya gerah juga. Tapi ya itulah mama dengan bahasa kasihnya. Setiap omelan yang keluar adalah semata-mata demi kebaikan kami, anak-anaknya. Teman saya pernah bertutur bahwa wajar bila seorang mama mengomel. “Jika tidak demikian, rumahmu bakal kotor dan semrawut,” katanya. Hmmm ....Anda setuju? Untuk konteks ini saya 100 persen setuju.

Mama saya bukan wanita yang berpendidikan tinggi. Bila sekitar seratus tahun yang lalu, Kartini pernah dengan lantang menyerukan kesetaraan antara pria dan wanita, mama saya cukuplah eksis dengan gayanya sendiri. Beliau seorang wanita pekerja keras. Ketika papa meninggal, mama tidak terhempas dalam jurang pengasihan terhadap diri sendiri. Beliau tetap tegar mencari nafkah sampai semua anak-anaknya mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

Kini mama saya sudah semakin senior dan matang. Saya enggan menyebutnya tua karena semangat beliau tetap saja seperti yang dulu. Lugas, berani dan straight to the point. Beliau tetap aktif bekerja mengurusi pelbagai bisnisnya meskipun raga bisa dibilang tidak belia lagi. Bekerja bukan semata-mata demi penghasilan, tapi demi kehormatan dan rasa tanggung jawab terhadap beban yang sudah Tuhan tempatkan di bahunya. Diberkatilah dan dimuliakanlah Dia yang sudah menciptakan para mama tangguh di muka bumi ini.

Look at her...she is my mom and I love and proud of her so much.

Happy mother’s day ....