Senin, 13 Februari 2012

BERUBAH …? SIAPA TAKUT?

Suka atau tidak, hidup itu memang perlu perubahan. Tidak selalu menyenangkan memang, tapi untuk menuju kemajuan, kita mutlak perlu berubah. Tanpa perubahan, kehidupan menjadi statis dan kurang berwarna. Biasanya sih yang sering bersuara minor terhadap perubahan adalah pihak yang terbiasa akrab dengan status quo. Mereka enggan berubah karena sudah terlanjur nyaman dalam zona aman. Padahal bagi saya aneh sekali kehidupan zonder perubahan. Alih-alih kehidupan, wong saban hari saja menu makan dan pilihan busana juga perlu berubah.

Ongkos perubahan tidaklah murah. Efek yang ditimbulkannya pun sering membuat banyak orang mengelus dada karena perubahan selalu bersinggungan dengan pola kebiasaan lama. Keduanya tidak bisa berjalan beriringan, melainkan selalu berusaha meniadakan satu dengan yang lain. Seseorang tidak bisa mengatakan dirinya telah berubah apabila masih setia melakukan kebiasaan yang lama. Itulah sebabnya banyak orang merasa bahwa perubahan adalah sebuah ancaman karena ada kemungkinan segala hal bisa berubah lebih buruk. Tapi bagi mereka yang berani dan percaya diri, perubahan adalah momen menyenangkan dan inspiratif karena terdapat kesempatan untuk membuat segala sesuatu menjadi lebih baik.

Pola pikir seorang pengajar juga hendaknya tidak alergi terhadap perubahan. Sebenarnya kita ini (baca: para orang tua dan guru) adalah produk lama hasil pola pendidikan masa lalu. Namun hebatnya, kita memberanikan diri untuk tampil sebagai pendidik para insan pengubah masa depan. Memang kita tidak punya pilihan. Anak-anak perlu figur yang dapat digugu lan ditiru, figur yang didengarkan  dan dapat dijadikan suri teladan. Namur kita sering lupa bahwa ada semacam mata rantai yang terputus antara kita dengan anak-anak. Sesuatu yang sering membuat kita nggak nyambung dengan mereka. Dan hal itu tidak aneh. Kenapa? Karena kita memang sisa stock lama sedangkan mereka adalah new brand yang dipenuhi dengan pelbagai gairah baru yang mungkin sulit untuk kita pahami. Mata rantai yang terputus itu akan tersambung bila kita mau berubah.

Perubahan itu membutuhkan kerendahan hati. Penyakit utama para guru adalah merasa sudah mengetahui banyak hal. Sabda yang keluar dari mulut guru bagaikan harga mati yang tidak dapat ditawar lagi. Selalu benar dan nisbi kesalahan. Padahal dari para muridlah para guru dapat belajar lebih banyak lagi. Berhadapan dengan seorang murid memungkinkan sang guru untuk bisa belajar untuk menjadi pembelajar yang baik. Sang guru tidaklah lebih pintar dari sang murid. Guru hanya tahu lebih dulu.

Murid bukanlah flashdisc kosong yang siap kita isi dengan rupa-rupa pengetahuan. Salah besar bila mengibaratkan anak bak kertas putih yang kosong yang siap untuk ditulis dengan pelbagai macam tulisan. Murid bukanlah robot melainkan insan mulia ciptaan Sang Maha Kudus yang sudah memuat beberapa info mentah dan potensi hulu ledak yang kekuatanya mungkin tidak pernah kita duga sebelumnya. Menjadi tugas kita sebagai guru untuk dapat memaksimalkan potensi itu agar dapat bercahaya demi kemuliaan-Nya. Apabila untuk merealisasikannya dibutuhkan perubahan di pihak kita, akankah kita sebagai guru masih keberatan?

Progress is impossible without change, and those cannot change their minds cannot change everything. (George Bernard Shaw)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar