Minggu, 22 Mei 2011

HABIS NURDIN TERBITLAH GELAP

Kongres Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) berakhir deadlock atau tanpa keputusan. Ketua Normalisasi (KN) Agum Gumelar, sekaligus ketua kongres menutup acara pemilihan ketua umum PSSI tersebut karena suasana tidak kondusif.

Dari keseluruhan kongres yang disiarkan langsung televisi swasta, kericuhan terjadi berawal dari sejumlah individu yang mengatasnamakan Kelompok 78. Mereka ngotot agar Komisi Banding menjelaskan alasan pencoretan kedua jagoan mereka George Toisutta (GT) dan Arifin Panigoro (AP).

Pertanyaannya apakah hanya George-Arifin yang sanggup memajukan sepakbola Indonesia? Apakah tidak ada anak bangsa lainnya yang benar-benar memiliki kualitas lebih baik dibandingkan George-Arifin? Dua pertanyaan ini pasti tidak bisa dijawab mereka yang mengusung George-Arifin.

Jauh sebelum kongres, Agum pernah memastikan bahwa George-Arifin legowo dengan keputusan Badan Sepakbola Dunia (FIFA). Pernyataan itu diterima Agum setelah bertemu dengan keduanya. Pertanyaan besar pun muncul. George-Arifin sudah legowo dengan keputusan FIFA, tapi mengapa Kelompok 78 begitu ngotot meminta keduanya diloloskan sebagai calon ketua umum?

Para pendukung George-Arifin seharusnya juga menerima dengan lapang dada. Apalagi gugatan yang dilayangkan kelompok ini terhadap FIFA ditolak mentah-mentah oleh Badan Arbitrase Olahraga (CAS).

CAS tidak punya yurisdiksi menangani gugatan kubu Toisutta-Panigoro. Sesuai ketentuan Pasal R-37 Kode Arbitrase Olahraga, proses gugatan dihentikan dan dihapus dari daftar gugatan.

Dalam kongres, Agum juga sudah memngikuti keinginan sebagian besar peserta dengan meminta penjelasan Direktur Pengembangan dan Keanggotaan FIFA Thierry Regennas seputar pencoretan George-Arifin. Kedua anak bangsa ini dicoret oleh FIFA karena dinilai terlibat dalam bergulirnya Liga Premier Indonesia (LPI). Liga ini tidak pernah mendapat pengakuan PSSI. Padahal, tugas Regennas hanya pemantau kongres yang tidak memiliki wewenang berkomentar.

Tapi apa yang terjadi. Kelompok 78 tetap ingin mendengarkan alasan Komite Banding dan artinya kembali ke masa lalu. Apakah ada agenda khusus terkait ngototnya Kelompok 78 dalam kongres.

Bila memiliki hati nurani, Kelompok 78 harusnya malu. Secara langsung mereka juga yang membuat PSSI hancur lebur seperti ini. Mereka yang bersuara lantang agar Ketua Umum PSSI periode lalu, Nurdin Halid meletakkan jabatannya. Aksi ini tentu bernuansa pesanan segelintir orang.

Mereka kembali membuat kegaduhan saat berlangsungnya kongres. Tanpa alasan mendasar mereka tetap Komite Banding menjelaskan secara detil alasan pencoretan Goerge-Arifin. Saat ini, tidak ada agenda untuk meminta Komite Banding memberikan penjelasan. Agenda kongres hanya memiliki pengurus yang baru.

Berbagai langkah yang sudah dilakukan Agum selama kongres ternyata tidak membuat kehendak Kelompok 78 reda. Mereka tetap melayangkan interupsi berbau protes dengan suara keras sekaligus memaki-maki Agum di depan pemantau FIFA dan AFC. Situasi semakin tidak terkontrol dan membuat Agum menghentikan kongres.

Bayangkan kongres sudah berjalan selama tujuh jam. namun tidak ada satu pun agenda yang dijalankan. Publik Indonesia juga melihat bagaimana para aktor Kelompok 78 bertahan dengan kehendaknya. Seharusnya, Kelompok 78 yang mengikuti FIFA, bukan sebaliknya.

Kini bangsa Indonesia tengah menunggu keputusan FIFA terkait kongres yang deadlock. Kabarnya keputusan FIFA terkait hal itu akan diputuskan akhir Mei ini. Satu hal terburuk yang bakal terjadi adalah sanksi larangan bertanding di pentas internasional bagi sepakbola Indonesia.

Bila sanksi ini yang diputuskan FIFA, maka menjadi kehancuran bagi sepakbola Indonesia. Kehancuran bagi pemain, kehancuran bagi pembinaan, kehancuran publik sepakbola Indonesia. Mungkin bukan kehancuran bagi kelompok yang membuat PSSI hancur. Ini tidak akan terjadi bila semua pihak, terutama Kelompok 78 tidak memaksakan kehendaknya.

Bila PSSI dihukum, apakah kelompok itu bersedia menanggung beban hidup ribuan pemain yang hanya mengandalkan mata pencarian dari sepakbola. Sungguh ironis dengan apa yang terjadi saat ini. Seharusnya semua pihak mengedepankan hati nurani, bukan kebengisan. Kebengisan dalam hal ini adalah memaksakan kehendak yang secara hukum tidak bisa dipertanggungjawabkan.



Sekarang mari kita berdoa agar FIFA tidak menjatuhkan sanksi kepada PSSI karena tidak adanya hati nurani sekelompok orang yang mengaku pengurus sepakbola.... Amin.

http://suar.okezone.com/read/2011/05/23/59/459881/kebengisan-ancam-pssi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar