Selasa, 09 April 2013

YUSUF PUN TIDAK PROTES


Terlalu sedikit informasi yang kita dapatkan tentang Yusuf, ayah Yesus, dari dalam Alkitab. Kita hanya tahu bahwa Yusuf adalah keturunan Daud yang mempunyai hati yang tulus. Profesinya sendiri sebagai tukang kayu tidaklah bombastis. Terlalu sederhana malah. Dalam kesederhanaan itu, Yusuf hanya mampu mempersembahkan burung merpati saat acara baby dedication buat Yesus dalam rumah Tuhan.

Tapi percayalah bahwa Yusuf adalah pria pemberani. Hanya pria yang memiliki keberanian luar biasa saja yang mampu menerima wanita yang jelas-jelas hamil lebih dulu sebagai istrinya hanya dengan berbekal konfirmasi lewat mimpi. Adakah pria zaman sekarang yang sanggup melakukan hal yang serupa? Saya sendiri berpikir, andaikan orang-orang Yahudi secara beringas hendak merajam Maria dengan asumsi telah melakukan perzinahan, siapa yang akan pasang badan terlebih dulu? Akankah muncul pertolongan dari surga? Saya pikir intervensi ilahi itu ada pada diri seorang laki-laki bernama Yusuf. Dialah yang pasti akan memasang badan lebih dulu.

Saat Yesus belia hilang di Bait Allah di usia 12 tahun, Maria mungkin lebih panik dan ekspresif. Tapi dalam kebekuan hati seorang pria Yahudi yang sarat akan tata krama dan aturan, tentu terselip rasa gundah dan kegalauan yang luar biasa di hati Yusuf. Ia mungkin merasa menjadi pria paling invalid sedunia saat tahu bahwa anaknya hilang di tengah kerumunan massa. Untung saja, Yesus kecil tidaklah benar-benar hilang. Ia ada di dalam rumah Bapa-Nya.

Kembali saya mencoba untuk merenung hingga tiba di depan gerbang pemikiran seperti ini. Bagaimana perasaan Yusuf saat tahu bahwa Bocah Kudus yang ada dalam asuhannya adalah Allah Yang Maha Tinggi? Pernahkah Yusuf merasa sungkan bila harus menegur Yesus? Atau apakah Yesus adalah remaja badung nan alay sehingga membutuhkan teguran, bimbingan, atau bahkan hardikan Papa Yusuf? Untuk yang satu ini, Alkitab benar-benar membisu. Diam seribu kata.

Pasca kejadian hilangnya Yesus dalam bait Allah, nama Yusuf seolah lenyap ditelan setiap halaman kitab suci. Menghilang begitu saja tanpa keterangan. Jika Maria menerima  pengagungan yang begitu luar biasa dari sebagian kelompok gereja, Yusuf seolah terlupakan. Meskipun dalam tradisi gereja, Yusuf dianggap sebagai seorang santo nan kudus, namun tetap saja apresiasi yang melekat padanya tetap dirasa kurang semarak. Kiranya Allah Yang Maha Tinggi sendiri yang memperhitungkan apa yang sudah dilakukan oleh Yusuf beserta dengan jutaan ayah yang lain.

Para ayah tidak pernah dan tidak perlu melakukan protes saat lagu Di Doa Ibuku Namaku Disebut. Tidak pentinglah bagi ayah untuk menjadi gundah saat lagu Umi yang bernafaskan nilai Islam diperdengarkan. Tidak pernah jadi masalah apakah ada surga terpampang di telapak kaki ayah atau tidak. Saya pikir bukan seperti itu yang didambakan oleh setiap ayah di muka bumi. Asalkan anak dan istrinya merasa aman dan tentram, cukuplah itu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar