Rabu, 09 Maret 2011

Gayus vs Gayus


Pada suatu hari, Ryan, salah satu murid saya di kelas 6, datang menghampiri sambil tersenyum penuh arti. Di tangannya ada sebuah Alkitab yang terbuka dan jari-jemari tangannya menunjuk kepada sebuah ayat yang berbunyi seperti ini, “Dari penatua kepada Gayus yang kekasih, yang kukasihi dalam kebenaran” (III Yohanes 1: 1).

“He he he he ……ada nama koruptor dalam dalam Alkitab, Pak,” tukasnya.
“ Ya….tapi ini Gayus yang berbeda, “ jawabku. “Dua Gayus yang sangat berbeda. Yang satu adalah hamba kebenaran, sedangkan yang lain tidak.”

Percakapan ringan di pagi hari itu membawa saya pada sebuah kontemplasi lebih lanjut yang bermuara pada tokoh Gayus Halomoan Tambunan. Orang ini beberapa waktu yang lalu menjadi trending topic pembicaraan di seantero negeri. Koruptor yang ngakunya kelas teri, namun telah mampu menelanjangi wajah hukum, dunia peradilan, perpajakan, dan bobroknya mentalitas kepolisian republik ini dengan bebarapa kali gebrakan dalam kurun waktu setahun belakangan ini.

Jangan bayangkan Gayus adalah seorang master dengan wajah senior yang penuh dengan guratan lika liku kehidupan dengan rambut memutih. Gayus masih seumuran dengan saya. Namun dana yang berhasil ia sabot berjuta-juta dólar US jumlahnya. Rumah mewah, dan akses yang maha luas telah berhasil ia raih. Apa lagi yang kurang? Semuanya lengkap telah ia peroleh. Orang akan dengan mudahnya berkata bahwa Gayus adalah pria super nan beruntung. Di dalam penjara pun ia masih tetap sakti. Buktinya ia telah berpuluh-puluh kali nylonong meninggalkan penjara untuk sekedar jalan-jalan ke perlbagai tempat.

Sebagai seorang guru, saya mulai membayangkan bagaimana perasaan para guru yang pernah mendidik Gayus. Adakah perasaan bangga dan senang yang menggelayut di hati mereka karena bekas anak didiknya mampu menggemparkan bangsa? Atau perasaan malu dan turut merasa bersalah karena gagal menanamkan budi pekerti yang baik di hati seorang Gayus?

Saya percaya bahwa pada waktu sekolah dulu, Gayus Halomoan Tambunan merupakan sosok siswa yang cerdas. Ia sangat mungkin merupakan siswa kebanggan para gurunya. Apalagi, ia mampu menembus seleksi ketat Sekolah Tinggi Akuntasi Negara (STAN) yang tiap tahun selalu menyambangi siswa-siswa SMA terbaik dari seluruh nusantara. Prestasi gemilangnya tersebut kemudian mampu menghantarkannya untuk bekerja sebagai aparatur negara di dunia perpajakan.

Namun sayang, prestasi Gayus tersebut tidak dibarengi dengan penanaman karakter yang mumpuni. Sepintas pria ini telah berhasil meraih segalanya. Namun kenyataan membuktikan bahwa “kenerhasilannya” tersebut diraihnya dengan cara-cara yang kotor nan menyedihkan beserta kemungkinan konspirasi yang diduga turut bermain di dalamnya.

Gayus di dalam Alkitab tentu berbeda dengan Gayus si tukang pajak. Alkitab menuliskan sosok Gayus sebagai orang yang dikasihi Paulus dalam kebenaran. Ia adalah rekan yang setia menyertai perjalanan misionaris Paulus di pelbagai tempat. Oleh karena kebenaran yang ia percaya, Gayus turut dianiaya oleh massa penganut paganism.

Gayus mungkin tidak segarang Petrus jika sedang berkhotbah menyampaikan firman Tuhan. Peran yang dimainkannya pun mungkin tidak sedahsyat dengan apa yang sudah dilakukan oleh Rasul Paulus. Informasi yang kita dapatkan tentang dirinya mungkin juga tidak terlalu banyak. Namun meskipun demikian, sosok Gayus yang pasti adalah seorang pelayan Tuhan yang setia, yang mau mengobankan segala-galanya untuk kemuliaan Tuhannya.

Ada dua Gayus di sini. Yang satu berhasil meraih “kepopuleran” dengan tindakan-tindakan yang tercela sedangkan yang lain jauh dari kesan populer namun berani mempertahankan kebenaran apapun resikonya.

Which one do you choose?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar