Peristiwa pembantaian di Sekolah Dasar Sandy Hook, Newtown, Connecticut,
Amerika Serikat telah menjadi trending topic di berbagai media massa. Tragedi
tersebut seakan menyadarkan kita bahwa modernitas yang selama ini selalu kita
banggakan ternyata tidak imun terhadap kejahatan dengan berbagai macam
variannya. Siapa yang dapat menyangka apabila sosok pemuda jenius seperti Adam
Lanza ternyata mampu bertindak di luar batas kewarasan orang beradab. Siapa
juga mau menyangka bahwa peristiwa sadis ini tidak terjadi di negeri antah berantah.
Tidak terjadi di ujung Gurun Sahara sana. Tidak pula terjadi di pinggiran kumuh
kota Bombay atau Timbuktu, namun terjadi di Amerika Serikat, negara gedhe yangs
sering dianggap angkuh ole banyak pihak.
Pembaca yang budiman, lupakan sejenak tentang masalah politik. Tidak perlu
lah kita masuk dalam diskursus dan dikotomi Timur dan Barat, Yahudi dan Kristen maupun Islam, teroris atau crusaders, ataupun masalah krisis persenjataan
di wilayah Asia Timur. Cukup kita sepakat bahwa peristiwa di Sekolah Dasar
Sandy Hook ini adalah sebuah tragedi kemanusiaan. Sebuah tragedi yang sama
sekali tidak berbeda dengan dengan pembunuhan anak-anak Gaza oleh militer
Israel ataupun balada cinta 4 malam Aceng Fikri van Garut. Di mana nilai nilai
kemanusiaan dan humanisme terkoyak, kita selalu dapat menyebutnya sebagai
tragedi kemanusiaan. Sepakat?
Ada hal menarik yang saya mau bahas dalam tulisan ini. Sesaat setelah
peristiwa ini terjadi, Presiden Barrack Obama segera menyampaikan pidato di
Briefing Room White House seraya menyampaikan bahwa negara turut berduka terhadap
kejadian yang memilukan itu. Nampak bahwa Presiden Obama sangat emosional dan
beberapa kali menyeka air mata yang menyeruak di ujung matanya. Saya gagal
menangkap kesan pencitraan dalam tindakan Obama tersebut. Meskipun pidato
penyesalan Obama tidak akan bisa sanggup mengembalikan nyawa 20 siswa dan 6
guru yang terbunuh di Sekolah Dasar Sandy Hook, namun tindakan Obama itu
menyadarkan kita bahwa negara turut hadir dalam kesusahan rakyatnya.
Banyak kalangan menilai bahwa Indonesia adalah negeri auto pilot. Negeri
yang tidak jelas pemimpinnya ada di mana. Pendapat itu muncul karena dirasa
bahwa pemimpin negara ini hampir selalu absen bila tragedi datang menerpa
rakyat. Pemimpin kita baru turun bicara bila ada peristiwa-peristiwa tertentu
yang mengusik pencitraan diri pemerintah dan partainya. Saat peristiwa Sandy
Hook terjadi, yang berpidato tidak lagi seorang Gubernur Negara Bagian. Bukan
juga Menteri Pendidikan, atapun pejabat-pejabat yang lain. Tanggung jawab penuh
diambil oleh presiden sendiri.
Dicari ....pemimpin Indonesia yang seperti ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar