Senin, 27 September 2010

Jakarta Senasib dengan Atlantis?

Atlantis, … sebuah kata yang menggiring perasaan mendalam tentang kemajuan peradaban umat manusia di masa lampau termasuk peristiwa kebinasaannya dalam waktu sekejap sehingga membangkitkan misteri di benak kita semua. Apakah Atlantis benar-benar ada? Ataukah hanya rekaan Plato saja?

Dalam karyanya yang berjudul Timaeus dan Critias, Plato (filosof terbesar Yunani Kuno) menegaskan akan keberadaan Atlatis sebagai negeri tropis yang berlimpah mineral dan kekayaan hayati. Penduduk yang mendiami Atlantis dipercaya sebagai komunitas beradab dan berbudaya serta hidup dalam kemewahan hikmat yang tiada terperi. Namun segala kemegahan Atlantis itu lenyap, tersapu bencana air bah mahabesar dalam waktu semalam saja.

Beberapa kalangan berpendapat bahwa Atlantis lenyap oleh karena banjir besar yang terjadi di zaman Nuh. Namun ada pula yang menyamakan Atlantis dengan kerajaan Sri Krisnha yang bernama Dwaraka. Apabila Anda penggemar Mahabarata, tentu Anda tidak akan asing dengan kisah lenyapnya Dwaraka. Kerajaan avatar Wisnu itu binasa oleh terjangan ombak laut (tsunami?) dalam waktu semalam. Mirip-mirip dengan kisah Atlantis, bukan?

Pertanyaannya, di manakah letak Altantis? Apakah di Laut Tengah, dekat Yunani tempat Plato berasal? Apa hubungannya dengan pilar-pilar Hercules yang ditulis oleh Plato dalam karya fenomenalnya tersebut? Atau jangan-jangan Atlantis hanya lokasi imajiner, fiktif dan tak pernah ada?

Seorang geolog dan fisikawan nuklir Brazil bernama Prof. Arysio Nunes dos Santos punya pendapat lain. Dalam bukunya yang berjudul Atlantis The Lost Continent Finally Found, dengan percaya diri Prof. Santos mengatakan bahwa Atlantis terletak di Indonesia. Ia memaparkan segala bukti yang mendukung teori bahwa Atlantis benar-benar ada. Wilayah itu merupakan kawasan tropis pada zaman es Pleistosen, berlimpah sumber daya alam, seperti timah, tembaga, seng, perak, emas, berbagai macam buah-buahan, padi, rempah-rempah, gajah raksasa, hutan dengan berbagai jenis pohon, sungai, danau, dan saluran irigasi.

Lenyapnya peradaban Atlantis menurut Prof. Santos disebabkan terjadinya letusan super vulkanik Gunung Krakatau sehingga memicu terjadinya tsunami setinggi ratusan meter. Bencana itu membuat terpisahnya Pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan serta berujung pada lenyapnya Atlantis untuk selamanya. Bagi saya, teori ini agak otak atik gathuk karena dalam bukunya setebal 675 halaman tersebut, Prof. Santos menyamakan pilar-pilar Hercules dengan Gunung Krakatau dan Gunung Dempo.

Atlantis memang telah tenggelam. Tidak penting apakah peradaban itu pernah ada atau tidak. Yang jelas fenomena tersebut tengah menjangkiti ibu kota negara kita, Jakarta. Jakarta memang tidak tenggelam dalam waktu semalam. Tapi menurunnya permukaan tanah Jakarta diyakini telah berlangsung secara pasti tahun demi tahun.

Penurunan permukaan tanah secara signifikan di Jakarta semakin luas. Kondisi tersebut terjadi akibat kian intensifnya pembangunan fisik yang disertai penyedotan air tanah secara tidak terkendali. Naiknya permukaan laut sebagai dampak pemanasan global menyebabkan wilayah Jakarta yang terendam rob atau genangan saat air laut pasang kian luas.

Data Dinas Pengembangan DKI Jakarta bahkan lebih mengerikan. Pada periode tahun 1982 hingga 1997 terjadi amblesan tanah di kawasan pusat Jakarta yang mencapai 60 cm hingga 80 cm. Karena merata, amblesan ini menjadi tidak terasa. Bila penurunan ini terus berlanjut, "tenggelamnya" Jakarta sudah di depan mata.

Akankah Jakarta bernasib sama dengan Atlantis?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar